Review Ralph Breaks the Internet – Apakah Arcade Telah ‘Game Over’?
- Loganue Saputra Jr.
- Nov 28, 2018
- 4 min read

Menyenangkan ketika video game retro seperti Ralph diangkat ke layar lebar. Mulai dari perasaan nostalgia sampai pada mengenang masa-masa kejayaan game retro yang menjadi kebangkitan video game. Wreck-It Ralph (2012) berhasil menampilkan dunia game arcade serta menyuguhkan cerita menggugah hati. Jadi tidak heran kala itu, film ini berhasil memenangkan banyak penghargaan, bahkan masuk dalam nominasi Oscar dan Golden Globes sebagai Best Animated Feature.
Kerja sama Rich Moore dan Phil Johnston kembali menghadirkan seri terbaru dari karakter ikonik berbadan besar ini. Kali ini, Ralph tidak hanya berkisah tentang dunia game arcade tapi juga memasuki dimensi lain seperti perkembangan video game di dunia nyata, yaitu internet. Internet memang berhasil mengubah banyak hal, bahkan ketika Ralph mulai masuk ke dalam dimensi ini, perihal yang dibahas bukan lagi sekadar video game, tapi juga hal lain yang menyertai internet dengan banyak kemungkinan.
Lalu, bisakah Ralph Breaks the Internet mengatasi dunia internet yang begitu luas tanpa harus menghilangkan nuansa game arcade yang melekat begitu kuat dalam film sebelumnya. Jangan-jangan Ralph Breaks the Internet hanya semacam malware atau pop-up yang terus memaksa kita untuk meperhatikannya padahal kita belum tentu membutuhkannya?
Mengolok-olok internet memang bukan ide baru. Tapi tak ada salahnya juga Ralph Breaks the Internet memanfaatkan hal itu untuk membuat penonton tertawa. Premis cerita juga dibuat sangat halus sehingga Ralph dan Vanellope punya alasan yang kuat untuk masuk ke dunia internet. Ini tidak hanya sekadar tentang dunia luas di luar video game tapi juga membahas sesuatu yang lebih personal tentang kesetiakawanan dalam persahabatan.
Meski memasuki dunia Internet, Ralph Breaks the Internet masih coba mempertahankan keterikatannya dengan dunia video game. Bagaimana akhirnya video game juga menjadi bagian internet serta pergeseran makna video game dari sesuatu yang menghibur menjadi sesuatu yang menegangkan dan berutal. Menurut saya, Rich Moore dan Phil Johnston paham bahwa saat ini video game memang jauh lebih brutal dengan tampilan grafis yang realistis, dan pemilihan game sejenis GTA berjudul Slaughter Race untuk film ini, berhasil mewakili tipikal video game saat ini.
Keritik prihal video game zaman sekarang juga berkali-kali dilakukan. Mulai dari perilaku para user yang bermain online, sampai pada penjualan item dalam video game yang sering kali tidak masuk akal. Penomena internet lainnya juga tidak lupa dibahas secara kocak. Mulai dari sensitifitas mesin pencarian yang terus menebak apa yang kita cari di internet, sampai pada prilaku online yang dibahas jauh lebih banyak dan gila. Sebut saja seperti viralnya sebuah video, kemunculan pop-up yang terus mengganggu dan beberapa hal negatif yang muncul di internet.

Penonton terus dibuat tertawa dengan tingkah Ralph yang ‘udik’. Perilaku gila yang membuat ia jatuh cinta pada internet hingga akhirnya sampailah pada titik paling krusial, ketika hal-hal negatif bermunculan lewat kolom komentar sosial media. Yeah Ini sangat lucu, tapi juga menyedihkan. Saya menemukan diri saya di bagian ini, saya merasa terwakili sebagai pengguna internet, mencintai internet dan sulit lepas darinya, tapi juga terkadang terlalu berlebihan sehingga baik sadar atau tak sadar, telah menyakiti orang lain lewat komentar-komentar kejam tanpa filter. Kita semua adalah pelaku dan juga seorang korban!
Selain internet dan video game, hal menarik yang banyak mendapat perhatian adalah cara Walt Disney mempromosikan film-film andalan mereka. Mulai dari komentar lucu soal Marvel, Star Wars, hingga para Disney Princesses yang banyak mendapat bagian paling menghibur. Kisah-kisah klise para Disney Princesses dijadikan lelucon, semua itu terasa sangat lucu, namun substantif dan juga sangat mendalam. Saya rasa hal ini akan menjadi ingatan kolektif bagi para penonton meski setelah mereka meninggalkan bioskop.

Jika disederhanakan, Ralph Breaks the Internet hanya berkisah tentang persahabtan Ralph dan Vanellope. Akan tetapi kesederhanaan tema ini berhasil dikemas dengan muatan emosi yang pas, baik secara nyata atau juga metafora. Kita bisa melihar keegoisan Ralph dan Vanellope, keinginan untuk berubah, impian yang menggantung, serta gagalnya komunikasi dalam sebuah persahabatan.
Untuk deretan cast, film ini diperankan pada orang-orang yang tepat. John C. Reilly kembali mengisi suara Ralph. Celetukannya yang lucu dan sering meleset selalu berhasil mengundang tawa. Lalu ada kehangatan Vanellope yang suaranya di isi oleh Sarah Silverman. Nama Gal Gadot juga menjadi gaya tarik yang luar biasa, apalagi karakter Shank yang diperankannya benar-benar berhasil memukau dengan citra Gal Gadot di kehidupan nyata (saya jadi ingat penampilan Gal Gadot di film Furious 7).
Selain karakter utama, karakter pendukung juga dimanfaatkan dengan maksimal, salah satu yang menurut saya paling juara adalah karakter KnowsMore yang suaranya diisi oleh Alan Tudyk. Karakter imut dari mesin pencarian ini selalu membuat tertawa disetiap kemunculannya.

Kesimpulan
Ralph Breaks the Internet berhasil menjadi penghibur yang luar biasa bagus dari Disney Animation Studio. Peningkatan di berbagai hal membuat film ini tidak mengecewakan. Cerita yang hangat, menghibur sekaligus menyetuh menjadi nilai postif, ini tidak hanya tentang dua karakter yang dikirim ke dimensi baru secara fisik, tapi juga secara emosional. Olok-olok terhadap internet jelas menjadi ide yang sangat cerdas. Kemunculan properti Disney juga menjadi ide cemerlang saya rasa patut ditiru oleh studio animasi lainnya.
Kekurangannya mungkin kurangnya kesan nostalgia akan game arcade yang sempat menjadi karakteristik film terdahulunya. Tapi ini bukan berarti game arcade telah ‘game over’, sebab perubahan yang dilakukan Ralph Breaks the Internet hadir di waktu yang tepat, sehingga penonton merasa begitu dekat. Lagi pula beberapa elemen film terdahulunya masih dipertahankan dengan cara yang baik.
Kadang kita memang harus berubah dan menerima perubahan, seperti Vanellope yang maju untuk melakukan perubahan tanpa harus melupakan orang-orang terdekat dan tempat ia berasal. Jika kalian bertanya, apakah film ini merupakan film wajib tonton? Maka saya hanya bisa menjawab dengan kalimat singkat ini; “I AM GROOT!” Saya rasa kalian akan mengerti.
Comments