Review Venom – Pecundang Yang Mencoba Menjadi Kuat
- Loganue Saputra Jr.
- Oct 25, 2018
- 3 min read

Antusias penonton sejak kali pertama Venom diumumkan akan dibuat film, memang campur aduk. Senang, tapi tidak begitu yakin apakah ini akan berhasil. Lalu muncul nama Tom Hardy yang akan memerankan karakter Eddie Brock. Keyakinan penggemar pun semakin besar bahwa film ini akan jadi sangat bagus sebab karakter Tom Hardy yang ‘bringas’ memang sangat cocok untuk jadi tokoh utama. Ditabah lagi ketika foto-foto Tom Hardy saat proses syuting beredar, nuansa gelap khas Venom langsung terasa meyakinkan.
Semua orang tahu bahwa Venom merupakan antihero layaknya Deadpool, dan digarapnya film ini dengan nuansa gelap merupakan jalur yang tepat. Venom memang sangat berkaitan dengan Spider-Man, akan tetapi Ruben Fleischer selaku sutradara meramu ulang kisah Venom hingga sampai ke bumi dengan menghilangkan keterkaitannya atas Spider-Man. Awalnya saya berpikir mungkin ini memang pilihan paling tepat sebab Venom lebih baik berdiri sendiri agar bisa lebih fokus untuk nuansa gelapnya. Apa lagi Spider-Man saat ini terlihat sangat komedi dengan ‘tingkah laku’ Tom Holland.
Jadi apakah Tom Hardy berhasil membawakan karakter Eddie Brock dan apakah Ruben Fleischer juga berhasil membawa Venom ke ranah yang lebih gelap dan mencoba tampil berbeda dari kebanyakan film Marvel yang lain (Oiya, inikan film Sony bukan Marvel!)
Mau Dibawa Kemana Cerita Venom?

Entah apa yang dipikirkan oleh Ruben Fleischer ketika menggerap film ini. Padahal jika kalian masih ingat dengan filmnya yang berjudul Zombieland (2009) tentu kalian akan sangat percaya bahwa Venom tentu akan menemukan jalan yang tepat. Mengapa demikian sebab Zombieland merupakan komedi horror yang saya rasa sangat berhasil mengeksplor keseraman, cerita yang berbobot tapi dengan sentuhan komedi yang bagus. Sedangkan Venom terlalu dangkal untuk bisa mencapai kedalaman semacam itu.
Venom benar-benar mencoba membangun cerita dengan cara yang salah besar, ini cukup menyedihkan sebab nuansa gelap yang coba dibangun semenjak isu film akan dibuat harus patah dengan kurangnya konsisten untuk fokus pada nuansa gelap itu sendiri. Saya merasa Venom coba untuk menjadi Deadpool atau Guardians of the Galaxy, namun malah membingungkan karena kurangnya kohesi yang sama atas keduanya. Alhasil film ini malah mencampur kisah antihero yang serius menjadi komedi gelap yang serba tanggung.
Apakah ini semua karena Jeff Pinkner, Scott Rosenberg, dan Kelly Marcel selaku screenplay yang terlalu lamban membangun segalanya diawal namun ketika mencapai tengah dan akhri film, semuanya berjalan terlalu cepat dengan berbagai adegan aksi. Bahkan ketika Venom mulai menyatu dengan Eddie Brock pantulan sosok Venom jadi terlihat jelas di kaca mobil. Selain itu Venom yang seharusnya menyeramkan pun harus menjadi sangat kocak serta bertolak belakang dengan karakter yang telah Tom Hardy bangun sejak awal.
Saya tidak bisa menyebut bahwa Tom Hardy melakukan kesalahan atas pengembangan karakternya, sebab dari sekian banyak karakter antihero yang ada Tom Hardy memiliki banyak hal yang sangat pantas atas semua keberutalan yang dimiliki Venom. Tapi apa mau dikata Venom ternyata seorang pecundang yang lemah.
Secara plot, Venom masih tergolong biasa saja seperti film superhero pada umumnya, bahkan beberapa bagiannya sangat mudah ditebak dan sama sekali tidak memiliki unsur misteri yang kuat. Sisi gelap yang tampil dalam balutan sinematografi tidak dimanfaatkan dengan bagus pada cerita. Maka hasilnya cukup mengecewakan.
Saya jadi bertanya-tanya, sebenarnya Venom ini mau dibawa kemana sih? Ini sangat membingungkan dan inkonsisten. Ditambah lagi keterikatan Venom dengan Eddie Brock tidak menemukan titik temu yang kuat, walau beberapa humor klasik khas komiknya masih bisa berhasil disampaikan lewat momen-momen yang tepat.
Kumpulan Cast Yang Terjebak

Sulit untuk bilang bahwa Tom Hardy gagal memerankan karakter Eddie Brock sebab ia tampil sangat bagus. Michelle Williams yang memerankan karakter Anne Weying sebagai kekasih Eddie juga tampil bagus. Eddie dan Anne mencoba saling terkoneksi dengan berbagai adegan di awal film. Ini sangat penting sebab karakter Anne menjadi semacam penentu bahwa karakter Eddie benar-benar memiliki jiwa.
Di jajaran pemain lain ada Riz Ahmed yang berperan sebagai Carlton Drake. Karakter ambisius, dingin, serta kejam ini berhasil dibawakan oleh Riz dengan baik. Mulai dari mimik wajah, gerak tubuh, Riz berhasil menampilkan sosok penguasa yang memimpin.
Cast yang baik ternyata memang tidak bisa menyelamatkan skenario cerita yang sangat lemah. Dan pada akhirnya semua kerja keras para cast terasa sia-sia belaka. Yeah, ini semacam jebakan, tapi apa boleh buat, bahkan jika akhirnya Tom Hardy kecewa dengna hasil akhir Venom pun, itu sangatlah wajar.
Kesimpulan
Tom Hardy berhasil memerankan Eddie Brock walau keberhasilnnya tidak bisa mengatasi lemahnya skrip. Ketidakpastian arah nuansa film membuat Venom jadi sangat mengecewakan. Beberapa bagian ketika Venom dan Eddie coba terkoneksi berhasil memberikan gambaran bahwa film ini mungkin bisa berhasil jika berada di tangan yang tepat. Tapi apa mau dikata, hasil akhir yang ada hanya membuat para penonton merasa ini adalah film yang cukup jelek.
Tapi dari sekain banyak hal yang ada di film ini, saya cukup bersyukur Venom muncul pertama kali di Malaysia bukan di Indonesia, sebab jika pesawat yang membawanya itu jatuh ke Indonesia, saya hanya bisa berpikir, tentu warga Indonesia akan mengira itu merupakan azab Tuhan yang dikirim dari langit. Lagi pula Venom sangat suka bicara dalam hati seperti kebanyakan sinetron di Indonesia!
Comentários